Jenderal TNI Jadi Tersangka Korupsi Tabungan Wajib Perumahan AD | Tarakan TV
Keterangan Gambar : Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak dalam konferensi pers pemulangan buron Kejaksaan, Hendra Subrata, pada Sabtu (26/6/2021).
JAKARTA - Penyidik
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Militer (Jampidmil) Kejaksaan Agung menetapkan
dua tersangka kasus dugaan korupsi Tabungan Wajib Perumahan Angkatan Darat (TWP
AD) periode 2013-2020. Kedua tersangka tersebut yakni Brigadir Jenderal
(Brigjen) TNI berinisial YAK selaku Direktur Keuangan TWP AD sejak Maret 2019
dan NPP selaku Direktur Utama PT Griya Sari Harta (GSH).
"Terhadap kedua
tersangka, untuk Brigjen TNI YAK ditahan di Institusi Tahanan Militer Pusat
Polisi Militer TNI AD sejak 22 Juli 2021 sampai dengan saat ini," kata
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak
dalam konferensi pers, Jumat (10/12/2021) yang disaksikan melalui tayangan
virtual. Adapun
untuk tersangka NPP ditahan terhitung mulai tanggal 10 Desember 2021 sampai
dengan 20 hari ke depan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Salemba Cabang
Kejaksaan Agung.
Leonard mengungkapkan,
dalam perkara ini, tersangka YAK diduga telah mengeluarkan uang sebesar Rp127,7
miliar dari rekening TWP AD ke rekening pribadinya untuk kepentingan
pribadinya. "Tersangka YAK mentransfer uang tersebut ke rekening tersangka
NPP dengan dalih untuk pengadaan kavling perumahan bagi prajurit TNI,"
ujar Leonard. Sementara itu, tersangka NPP diduga menerima uang transfer
dari YAK dan menggunakannya untuk kepentingan pribadi serta korporasi miliknya
yaitu PT GSH.
YAK dan NPP juga bekerja
sama dengan A selaku Direktur Utama PT Indah Bumi Utama, Kolonel Czi (Purn) CW
serta KGSM dari PT Artha Mulia Adi Niaga.
Leonard menyebutkan,
penempatan dana TWP AD oleh tersangka tidak sesuai dengan ketentuan dan
investasi berdasarkan Keputusan Kepala Staf Angkatan Darat Nomor
Kep/181/III/2018 tanggal 12 Maret 2018.
Domain dana TWPAD, kata Leonard, disalahgunakan
oleh tersangka termasuk domain keuangan negara, sehingga dapat menjadi sebuah
kerugian keuangan negara.
Sebab, dana TWP adalah
dari gaji prajurit yang dipotong dengan sistem auto-debit langsung dari gaji
prajurit sebelum diserahkan, sehingga negara terbebani dengan kewajiban
mengembalikan uang yang telah disalahgunakan tersebut kepada prajurit.
"Perbuatan kedua tersangka telah mengakibatkan kerugian keuangan negara
sebesar Rp 127,73 miliar, berdasarkan perhitungan kerugian negara oleh
BPKP," ujar Leonard. Atas perbuatannya, penyidik Jampidmil Kejaksaan Agung
menjerat YAK dan NPP dengan Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 3 jo Pasal 8 jo Pasal 18
Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
(Sumber: Kompas.com)
Kirim Komentar